Jumat, 17 September 2010

MUDIK

Lebaran (Idul Fitri) selalu identik dengan mudik, pulang ke kampung halaman. Momen ini sudah menjadi hal rutin setiap tahun. Mudik lebaran benar-benar telah membudaya. Mudik telah menjadi ajang melepas rindu kepada keluarga dan kampung halaman (nilai-nilai primordialisme yang bersifat positif).

Secara sosial, mudik bermakna pemenuhan kepentingan berkumpul secara primordial, emosional dan paguyuban,untuk mempererat hubungan silaturahim. Secara ekonomi bisa juga bermakna sebagai pemerataan atau pemulangan uang yang menumpuk di kota ke daerah-daerah. Suatu kesempatan orang desa untuk menerima uang dari kota. Hanya saja hal itu jangan dilakukan secara berlebihan,hingga mengarah pada pamer kekayaan, kesombongan diri, sehingga lebih banyak aspek-aspek mubazirnya daripada keuntungannya.

Kita mestinya harus mampu memaknai Idul Fitri sebagai hasil proses panjang berpuasa selama satu bulan yang tidak hanya sekadar menahan makan, minum, dan sebagainya, tapi lebih substansial lagi adalah meminimalkan nafsu dan menghasilkan insan yang fitri. Hal inilah yang harus kita maknai dengan baik sebagai amanah dalam kehidupan keseharian pada hari-hari mendatang.